Wednesday, March 7, 2012

Penyebaran Dakwah KE LUAR JAZIRAH


Allah ta'alaa berfirman (yang artinya),
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran : 64)

dari Majalah al-Furqan 11/4: 62-64 ::::::: Ustadz Abu Hafshah hafizhahullaah

Penyebaran Dakwah  KE LUAR JAZIRAH

Islam sebagai sarana agama rahmatan lil ‘alamiin (kasih sayang bagi semesta alam) menghendaki agar semua manusia bernaung dan berbahagia dalam naungannya. Karena itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak membiarkan seorang pun tetap berada dalam agama selainnya. Islam mengajaknya dengan cara yang baik sebab kebenaran itu pada hakikatnya sangat berat diterima oleh hati manusia, maka akan semakin berat jika manusia diajak dengan cara kasar.


Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebaik-baik teladan bagi para da’i dalam berdakwah. Beliau memulai dakwah dengan mengajak kerabatnya terdekat, lalu bangsa Arab, kemudian seluruh umat manusia hingga Romawi dan Persia dan seluruh alam. Beliau mengajak umat manusia dengan lisan atau mengirim utusan atau lewat surat hingga dakwah dengan pedang tidak lain adalah demi  satu tujuan yaitu agar manusia berbahagia dengan islam tanpa kepentingan dirinya sedikit pun –sebagaimana tuduhan musuh-musuh dakwah.

Andaikata Islam memiliki sifat rahmat buat semesta alam maka cukuplah bagi setiap pemeluknya membatasi dirinya dengan ibadah semata kepada Allah hingga dia masuk surga sendirian. Jika urusan dunia berupa harta, kekuatan, kehormatan, dan wanita semuanya bersifat monopoli terbatas dan hanya orang tertentu yang dapat meraihnya maka Islam tidak demikian, sebab pahala dan surga Allah sangatlah luas bagi setiap orang yang berhak intuk meraihnya.

SURAT KEPADA PARA RAJA
Tenggang waktu 10 tahun tanpa perang antara Quraisy dan kaum muslimin –sebagaimana dalam perjanjian Hudaibiyah- memberi peluang yang cukup besar bagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat untuk menyebarkan dakwah di dalam dan di luar jazirah. Maka beliau mengajak kaum Romawi dan Persia kepada Islam.

Termasuk sarana dakwah yang dimanfaatkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam menyampaikan risalah adalah mengirim surat. Beliau sebagai nabi yang ummi-seakan-akan baru dilahirkan oleh ibunya- tidak ahli baca tulis. Akan tetapi, beliau memiliki juru tulis yang menulis wahyu atau surat dan semisalnya. Oleh karena itu, ulama mengatakan, “Jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menulis surat atau semisalnya, artinya beliau menyuruh juru tulisnya.”

Tatkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar bahwa para raja tidak mau menerima surat kecuali memiliki stempel maka beliau membuat stempel dari perak bertuliskan “Muhammad Rasulullah” dengan sifat lafazh Muhammad di bawah, di atasnya lafazh Rasul dan paling atas lafazh Allah.

SURAT KEPADA NAJASYI
Rasulullah shallallaahu ‘alauhu wasallam mengirim surat kepada Najasyi –nama gelar raja Nasrani di Habasyah (Sudan dan Etiopia sekarang). Lalu beliau mengutus Amru bin Umayyah Adhamri untuk menyerahkan surat ini kepadanya. Najasyi menyambut ajakan beliau tetapi menyembunyikan keislamannya di hadapan kaumnya hingga beliau meninggal dunia maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menshalatinya dengan shalat ghaib di Madinah.

Ada yang menyebutkan surat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ditujukan kepada Najasyi yang lain dan bukan Najasyi yang masuk Islam.

SURAT KEPADA KISRA
Kisra adalah nama gelar bagi raja Kerajaan Persia yang beragama Majusi penyembah api (Iran sekarang). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirim surat ini bersama Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi dan beliau memerintahkan agar menyerahkannya kepada pemimpin Bahrain lalu pemimpin Bahrain menyerahkan ke Kisra. Tatkala Kisra membaca surat tersebut dia menyobeknya maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendo’akan agar Allah menyobek-nyobek kerajaannya.

Kemudian Kisra memerintahkan gubernurnya di Yaman bernama Bazan, “Kirimlah dua orang untuk menemui orang yang mengaku nabi ini.” Maka Bazan mengirim dua orang bersama sebuah surat. Setiba mereka di Madinah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengajak mereka kepada Islam, lalu kata beliau, “Kembalilah kalian dan datanglah kemari besok pagi.” Tatkala keduanya datang maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kabarkanlah kepada tuan kalian, Bazan, bahwa Rabbku pada malam ini telah membunuh Kisra lewat tangan anaknya sendiri.” Lalu Bazan masuk Islam beserta para pembesar Yaman.
Ini menunjukkan betapa besar permusuhan dan kedengkian hati orang-orang kafir hingga antara bapak dengan anak bagaikan musuh yang tak kenal damai.

SURAT KEPADA KAISAR
Kaisar adalah nama gelar raja Kerajaan Romawi yang beragama Nasrani (Eropa atau Italia sekarang). Nash surat tersebut sebagai berikut:
بسْمِ اللهِ الرَّمَنِ الرَحِيمِ
Dari Muhammad Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya kepada Heraqlu, pembesar Romawi. Keselamatan bagi yang mengikuti hidayah. Amma ba’du, masuk islamlah Anda akan selamat. Masuk Islamlah Anda akan diberi pahala dua kali (pahala mengikuti Nabi Isa ‘alaihissalam dan pahala mengikuti Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam) dan jika engkau enggan maka tanggunganmu dosa semua pengikutmu:
قُلْ يَآ أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَينَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدُ إِلَّا اللهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْءًا وَلَا يَتَّخِذُ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللهِ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمِينَ – آل عمران : 64
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran : 64)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirim surat ini bersama Dhiyah bin Khalifah al-Kalbi dan tatkala Kaisar membaca surat tersebut beliau mencari orang-orang yang terdekat dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan kebetulan pada saat itu rombongan dagang Quraisyi yang dipimpin Abu Sufyan sedang berdagang di Syam (Suriah, Yordania, Lebanon, Palestina) maka beliau mengundang mereka di majelisnya dan menanyai mereka tentang nabi ini. Setelah tanya jawab yang panjang dengan Abu Sufyan yakni tentang nasab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan kekuatan iman mereka, sikap kaumnya terhadap beliau, hasil peperangan antara mereka, maka Heraqlu menyimpulkan, “Sungguh aku mengetahui akan keluarnya nabi ini dan akan menguasai kerajaanku ini (ini terbukti di zaman Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallaahu ‘anhu) dan sesungguhnya jika aku sanggup untuk menemuinya maka akan kulakukan hal itu dan jika aku berada di sisinya akan kucuci kakinya.” Akan tetapi, Heraqlu tidak masuk islam karena takut kerajaannya hilang atau menyembunyikan keislamannya demi menjaga keselamatan dirinya.

SURAT KEPADA MUQAUQIS
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirim surat kepada Raja Mesir Nasrani bernama Muqauqis lewat Hatib bin Abi Balta’ah. Dia menyambut baik, tetapi tidak masuk Islam dan mengirim hadiah untuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berupa budak bernama Maria al-Qibtiyah dan kendaraan.

SURAT KEPADA MUSAILAMAH
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirim surat kepada Musailamah al-Kadzdzab, pemimpin Yamamah, lewat Amru bin Umayyah Adhamri, tetapi Musailamah congkak dan mengaku sebagai nabi bersekutu dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga mengirim surat kepada pembesar maupun gubernur lainnya seperti Raja Yamamah, Amir Bahrain, dan pembesar Oman. Dan di antara mereka ada yang masuk Islam dan ada yang tidak.

DELEGASI GHALIB BIN ABDULLAH
Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhumaa berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengutus kami untuk berangkat menuju Juhainah maka kami menyerang dan mengalahkan mereka. Aku bersama temanku dari kaum Anshar mengejar seseorang di antara mereka hingga tatkala kami mengepungnya dia mengatakan لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  maka temanku Anshari menahan diri tidak membunuhnya dan aku tetap membunuhnya dan tatkala kami tiba di Madinah berita ini sampai kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu beliau mengatakan, ‘Kamu membunuhnya setelah dia mengatakan لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ?’ Kujawab, ‘Wahai Rasulullah, dia mengucapkan itu hanya untuk melindungi diri dari pembunuhan.’ Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Kamu membunuhnya setelah dia mengatakan لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ?’ Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terus mengulangi perkataannya ini hingga aku berangan-angan seandainya aku masuk Islam setelah kejadian tersebut.” (Bukhari dan Muslim)

Ibnu Sa’ad menyebutkan bahwa Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Apakah kamu membelah dadanya sehingga kamu ketahui bahwa dia benar atau dusta?”

Ini sebagai pelajaran bahwa kita hanya menghukumi manusia secara lahir, sedang hati mereka urusan Allah, dan bahwasanya orang kafir yang mengatakan kalimat tauhid tidak boleh dibunuh tanpa melihat apakah ia jujur atau tidak.

IBRAH
1.       Menunjukkan keilmuan Heraqlu tentang kenabian Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam sebab mereka mengetahui sifat-sifatnya secara detail dalam Taurat dan Injil sebagaimana mereka mengetahui anak kandung sendiri. Firman Allah:
الَّذِينَ ءَاتَيْنَـ‘ـهُمُ الْكِتَـ‘ـبَ يَعْرِفُونَهُ، كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقُّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal anak-anaknya sendiri2. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 146)
2.       Sebagian raja menolak Islam demi menjaga kedudukan mereka padahal seandainya mereka menerima Islam kekuasaan mereka semakin utuh sebagaimana Najasyi dan lainnya. Maka sungguh picik orang yang menyangka bahwa dengan Islam seseorang akan menjadi rendah dan hilang wibawanya.
3.       Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirim surat kepada para pemimpin menunjukkan pentingnya mendakwahkan mereka sebab jika masuk Islam maka akan berpengaruh kepada para pengikutnya.
Akan tetapi, tidak berarti bahwa dakwah kepada politik atau memulai dakwah harus dari pemerintahan sehingga mengutamakannya di atas dakwah tauhid. Karena mendakwahi pemimpin berbeda dengan berdakwah kepada politik atau pembentukan daulah terlebih dahulu sebelum dakwah tauhid –sebagaimana dipahami oleh sebagian aktivis dakwah.
4.       Dari kisah Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhumaa kita dapat mengambil pelajaran bahwa semangat dalam beramal tidaklah cukup, namun harus didasari oleh ilmu yang bermanfaat. Betapa banyak orang yang bersemangat dalam beramal tetapi tanpa ilmu sehingga lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Menurutnya yang penting menegakkan jihad dan membunuh orang kafir.
5.       Setelah Usamah radhiyallaahu ‘anhumaa mengetahui bahwa hujahnya lemah dan tidak diterima Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam maka beliau mengakui kesalahannya dengan taubat dan berandai-andai jika dia masuk Islam setelah membunuh orang tersebut sebab Islam menghapus semua dosa yang telah lewat. Tidak seperti sebagian pemuda Islam yang dalam hati mereka telah mengakar kecintaan pada perang teror sehingga tidak mau mendengarkan nasihat para ulama yang melarang perbuatan teror dan bom bunuh diri yang mereka lakukan dengan dalih jihad.
6.       Usamah radhiyallaahu ‘anhumaa mengambil faidah dari kisah ini sehingga menjadikan dirinya terlindung dari fitnah peperangan antara para [beberapa] shahabat.
Hendaknya seperti ini seorang muslim yang menjaga agamanya yakni mengambil pelajaran dari kesalahan yang ia lakukan dan tidak terjatuh dalam jurang yang sama dua kali.

Sumber: Sirah Nabawiyyah oleh Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad dan Sirah Nabawiyyah oleh Dr. Akram Dhiya’ Amri

Selesai diketik ulang
9 Shafar 1433 H
Abu Hanifah as-Sukawharjiy

1 comment:

Anonymous said...

inilah adalah rangkuman yang singkat, dan mudah dimengerti bagi orang seperti saya yang miskin ilmu. tidak beretorika dan berpanjang-panjang ataupun berhipotesis

Post a Comment

Silahkan menyampaikan nasehat, petuah, saran. Syukron

 
;