Monday, April 25, 2011

Kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy (Bag.1)

Pada kesempatan ini kami sengaja menyusun kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy yang mana kisah beliau radhiyallahu ‘anhu sarat dengan faedah ilmu. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan tulisan ini bermanfaat untuk kami dan para pemuda khususnya dan kaum yang menginginkan kebenaran.

 
MUQADDIMAH

Bismillahirrahmanirrahiim
 
            Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam yang telah menciptakan zaman yang silih berganti, yang di dalam zaman tersebut terdapat berbagai macam pelajaran yang perlu untuk diketahui bagi orang-orang yang berakal. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

 
Amma ba’du:
 
            Saudaraku –semoga Allah memberikan hidayah kepadaku dan kepada kalian- bahwa telah kita ketahui suatu prinsip dari berbagai macam prinsip, dan telah tersebar luas dikalangan masyarakat tentang suatu ungkapan bahwa “Pengalaman itu adalah guru yang terbaik”.
 
           Dan kita adalah termasuk para pemuda yang tentunya sudah pernah melalui masa-masa dan sudah memperoleh berbagai macam pengalaman, dimana pengalaman tersebut ada yang manis dan ada pula yang pahit, ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, dan ada yang sangat memuaskan dan ada pula yang kurang memuskan. Dari pengalaman-pengalaman tersebut otomatis akan memberikan nuansa bagi kita untuk berfikir lebih dewasa dan lebih jeli terhadap suatu perkara baru yang kita akan hadapi.
 
            Maka pada kesempatan ini kami sengaja menyusun kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy yang mana kisah beliau radhiyallahu ‘anhu sarat dengan faedah ilmu. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan tulisan ini bermanfaat untuk kami dan para pemuda khususnya dan kaum yang menginginkan kebenaran.

 
SALMAN AL-FARISI  SEBUAH TELADAN BAGI PARA PEMUDA
 
            Pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang sangat cerdik dan sangat jeli terhadap suatu perkara, yang sangat perlu bagi kita mengambil ‘ibrah darinya. Dia adalah Salman Al-Farisy. Pada suatu ketika Salman A-Farisy bercerita kepada Ibnu Abbas1, beliau berkata:
 
            Aku adalah orang Persia negara Parsia, dan aku tinggal di suatu tempat yang bernama Asfahan di desa Jayyu Ayahku seorang tokoh di desaku dan aku adalah makhluk Allah yang paling dicintainya. Ia amat mencintaiku sehingga aku dipingit di dalam rumah sebagaimana anak gadis dipingit dalam rumah. Aku ketika itu beragama penyembah api dan aku memiliki tugas khusus menjaga api yang harus senatiasa menyala terus dan tidak boleh padam sesaatpun. Bapakku mempunyai ladang yang sangat luas, pada suatu saat bapakku tersibukkan dengan bangunan, sehinga berkata kepadaku: Anakku pada hari ini aku sibuk dengan bangunan ini hingga tidak mempunyai waktu untuk mengurusi ladangku. Oleh karena itu pergilah kamu ke ladang! Ayahku memerintahkan beberapa hal yang perlu aku kerjakan, kemudian berkata kepadaku: Jangan terlambat pulang kepdaku, engkau lebih berarti bagiku daripada ladangku dan engkau membuatku lupa segala urusan yang ada.

 
[SALMAN TERTARIK DENGAN AGAMA NASRANI]

 
            Kemudian aku pergi menuju ladang bapakku seperti diperintahkan bapakku. Dalam perjalanan menuju ladang bapakku, aku melewati salah satu gereja milik orang-orang Nasrani, dan aku dengar suara-suara mereka ketika mereka beribadah di dalamnya. Aku tidak tahu banyak persoalan manusia, karena aku dipingit bapakku di rumah, ketika itu aku mendengar suara-suara mereka, aku masuk kepada mereka untuk melihat dari dekat apa yag mereka kerjakan di dalamnya. Ketika aku melihat mereka aku, aku kagum terhadap ibadah-ibadah mereka dan tertarik kepada kegiatan mereka. Aku berkata demi Allah, agama mereka ini lebih baik dari pada agama yang aku peluk. Demi Allah aku tidak akan tinggalkan mereka sampai matahari terbenam, aku membatalkan pergi ke ladang bapakku, aku berkata kepada mereka (orang-orang Nasrani tersebut): Agama ini berasal dari mana?” Mereka menjawab dari Syam. Setelah itu, aku pulang ke rumah dan ternyata bapakku mencariku, dan aku membuatnya tidak mengerjakan pekerjaannya. Ketika aku telah kembali kebapakku, bapakku berkata kepadaku: Anakku dari mana saja Engkau? Bukankah engkau telah berbuat perjanjian denganku? Aku berkta: Ayah aku tadi berjalan melewati orang-orang yang sedang mengerjakan beribadah di gereja mereka, kemudian aku kagum terhadap agama mereka yang aku lihat. Demi Allah aku berada di tempat mereka hingga matahari terbenam. Bapakku berkata: Anakku tidak ada kebaikan pada agama tersebut. Aku berkata tidak, demi Allah, agama tersebut lebih baik daripada agama kita. Setelah kejadian tersebut bapakku mengkhawatirkanku, ia ikat kakiku dan aku dipingit dalam rumahnya. Aku mengutus seseorang kepada orang-orang Nasrani dan aku katakan kepada mereka, jika ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, maka beri kabar kepadaku tentang mereka. Tidak lama setelah itu, datanglah pedagang-pedagang Nasrani dari Syam, kemudian mereka menghubungiku. Aku katakan kepada mereka, jika mereka telah selesai memenuhi hajatnya dan hendak mau pulang ke negeri mereka, maka beri izin kepadaku untuk aku ikut bersama mereka.

[1]  Kisah dikeluarkan oleh Ibnu Ishaq, ia berkata bahwa Ashim Ibnu Umar bin Qatadah Al-Anshary berkata kepadaku dari Mahmud bin Labib dari Abdullah bin Abbas.

Sumber : darussalaf.or.id

No comments:

Post a Comment

Silahkan menyampaikan nasehat, petuah, saran. Syukron

 
;