Saturday, February 4, 2012

Muhammad bin Sirin rahimahullah .:. Imam dalam Ilmu dan wara'

Muhammad bin Sirin
Imam dalam ilmu dan wara’

Majalah al-Furqan 4/11: 65-67 ::::: Ustadz Abu Faiz hafizhahullaah

Beliau adalah Abu Bakr Muhammad bin Sirin al-Anshari, ayah beliau yaitu Sirin adalah Abu Amrah maula (bekas budak) Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu sang pelayan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Setelah ayahanda beliau Abu Amrah Sirin al-Anshari dibebaskan dari perbudakan lalu tampaklah keinginan pada diri beliau untuk menyempurnakan separuh agamanya, maka mulailah ia mencari seorang wanita yang akan menjadi pendampingnya hingga jatuhlah pilihan beliau pada seorang wanita mulia maula (bekas budak) Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu, dialah Shafiyyah seorang wanita cantik nan cerdas yang dikenal memiliki akhlak yang tinggi dan sangat dicintai oleh para ummahatul mukminin terlebih-lebih Ibunda ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa.

Maka segeralah Sahabat Abu Bakr radhiyallaahu ‘anhu mencari berita tentang agama dan akhlak sang peminang (Sirin-red), seperti layaknya seorang ayah yang hendak menikahkan putrinya. Hingga Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu mengatakan kepada beliau, “Nikahkanlah keduanya wahai Abu Bakr karena aku mengenalnya adalah seorang yang baik agama dan akhlaknya.” Maka menikahlah keduanya dengan dipersaksikan ileh para sahabat kibar (senior) dan dido’akan kebaikan. (Lihat Suwar min Hayaat ash-shahaabah 124)

Muhammad bin Sirin dilahirkan pada dua tahun terakhir dari kekhalifahan Umar bin Khaththab radhiyallaahu ‘anhu –atau ada yang mengatakan dari kekhalifahan Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu– namun al-Imam adz-Dzahabi menegaskan pendapat kedua itu lebih tepat, karena kalau seandainya beliau lahir pada masa kepemimpinan Umar radhiyallaahu ‘anhu maka beliau akan seumur dengan al-Hasan bin Ali padahal kenyataannya Muhammad bin Sirin lebih muda beberapa tahun dari al-Hasan. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/6o7)

Beliau adalah salah satu ulama tabi’in ynag terkemuka, seorang yang Allah Ta’alaa beri kecerdasan akal, ketinggian akhlak, kemuliaan wara’, penyantun kepada manusia, ahli ibadah di malam hari, dan ahli puasa di siang harinya.’

Muhammad bin Jarir ath-Thahari rahimahullaah berkata, “Ibnu Sirin adalah seorang yang faqih, ‘alim, wara’, berakhlak tinggi, dan memiliki banyak hadits yang dipersaksikan oleh para ahlul ilmi dan kemuliaan.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/601)

PUJIAN ULAMA KEPADA BELIAU
Setelah Muhammad bin Sirin tumbuh menjadi seorang pemuda yang dididik dalam sebuah rumah yang sangat memperhatikan kedislipinan akhlak dan  wara’ (menjaga diri melakukan keharaman Allah Ta’alaa), maka mulailah ia belajar dan menimba ilmu kepada kibar (pembesar) sahabat dan menjadikan masjid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai madrasah hingga ia menjadi slah satu pemuda terbaik dari didikan para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam .

Dari Utsman al-Bhitti ia berkata. “Tidak ada di kota Bashrah seorang pun yang mengetahui tentang putusan hukum selain Muhammad bin Sirin.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/6o8)

Dari Hisyam bin Hassan berkata, “Telah menceritakan hadits kepadaku seorang yang paling jujur yang pernah aku jumpai, beliau adalah Muhammad bin Sirin.” (Tahdzibul Kamaal 25/350)

Berkata al-Ajli, “Muhammad bin Sirin adalah seorang tabi;in tsiqah (terpecaya) dan lebih banyak meriwayatkan hadits dibanding qadhi Syuraih dan Ubaidah.” (Tahdzibul Kamaal 25/350)

Dari Ibnu Aun ia berkata, “Ada tiga orang yang kedua mataku tidak pernah melihat orang lain yang semisal mereka, yaitu Ibnu Sirin di Irak, al-Qasim bin Muhammad di Hijaz, dan Raja’ bin Haiwah di Syam. Seolah-olah mereka pernah bertemu lalu saling berwasit untuk mengajarkan ilmu.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/464)

POTRET IBADAH DAN KEWARA’AN BELIAU
Bersikap Waro’ dari keharaman-keharaman Allah ‘Azza wa Jalla adalah seperti barang yang langka di zaman ini, namun itu tidak pada zaman keemasan, zaman kejayaan islam, tiga generasi pertama dari umat ini. Dan diantara imam dalam waro’, sangat berhati-hati dalam berfatwa dan juga ahli ibadah adalah imam tabi’in Muhammad bin Sirin.

Dari Ayyub bin Hisyam: “Ibnu Sirin selalu sehari puasa dan seharinya lagi berbuka dan demikian seterusnya.” (Thabaqat Ibnu Sa’d 7/200)

Berkata Anas bin Sirin: “Adalah Muhammad bin Sirin memiliki kebiasaan membaca do’a-do’a tertentu di waktu malam dan bila terluputkan maka beliau menggantinya di siang harinya”. (Thabaqat Ibnu Sa’d  7/200)

Berkata Bakr bin Abdillah al-Muzani: “Barangsiapa ingin melihat seorang yang paling waro’ yang pernah aku jumpai, maka lihatlah Muhammad bin Sirin”. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/614)

Berkata al Khothib al Baghdadi: “Muhammad bin Sirin adalah salah satu tokoh ahli fiqh terkemuka di kota Bashroh, dan beliau adalah seorang ulama yang dikenal dalam kewaroannya di zamannya”.  (Tarikh Baghdad 5/300)

Dari Abdul Hamid bin Abdillah bin Muslim bin Yasar ia berkata: “Tatkala Muhammad bin Sirin dijebloskan ke penjara, (karena iba) Sang penjaga mengatakan kepada beliau: ‘Apabila datang waktu malam (Kalau engkau mau-Pent) pulanglah ke keluargamu lalu di waktu subuh segera kembali lagi’. Namun berkata Muhammad bin Sirin: ‘Tidak, saya tidak mau tolong-menolong dalam mengkhianati sulthon (pemimpin)”. (Tarikh Baghdad 6/334)

Dari Asy’ah ia berkata: “Adalah Ibnu Sirin apabila beliau ditanya tentang masalah yang berkenaan dengan halal dan harom maka tiba-tiba berubah raut wajahnya, hingga seolah-olah ia bukan seperti sebelumnya”. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/613)

SIKAP BELIAU KEPADA AHLU BID’AH
Seorang sunni tidak akan pernah membiarkan ahlul bid’ah, ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) berkeliaran di muka bumi ini, karena pada hakikatnya mereka merusak bukan memperbaiki, mengubur sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukan menjunjung tinggi ajaran beliau. Sekalipun tampaknya ucapan-ucapan mereka dihiasi dengan senyuman, dibalut dengan keindahan bahasa ilmiah, sebenarnya mereka sedang menghembuskan racun yang berbahaya lagi mematikan. Maka, mari kita melihat panutan kita dalam bermu’amalah kepada ahlul bid’ah.

Dari Syu’aib bin al-Hibhab ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Sirin, ‘Apa pendapatmu bila seorang mendengarkan ucapan seorang ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu)?’ Beliau menjawab, ‘Kita tidak boleh mendengarkan ucapannya, dan tidak ada kemuliaan pada diri mereka.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/611)

Dari Ibnu Aun ia berkata, “Datang seorang laki-laki menemui Muhammad bin Sirin lalu berbicara miring seputar masalah takdir, lalu beliau membaca ayat Allah ‘azza wa jalla:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِتَاىءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ – النحل: 90

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl [15]: 90)

Kemudian beliau memasukkan dua jarinya ke telinganya sseraya mengatakan. “Silakan, engkau yang pergi atau aku yang akan meninggalkanmu.” Lalu laki-laki itu pun pergi meninggalkan beliau, kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya hatiku bukan atas kuasaku, dan aku khawatir jangan-jangan ia menghembuskan syubhat ke dalam hatiku sedang aku tidak mampu menolaknya, maka aku lebih senang untuk tidak mendengar ucapan-ucapannya.” (Thabaqat Ibn Sa’d 7/197)

KEAHLIAN DALAM MENYIBAK TABIR MIMPI
Kejernihan hati seseorang, kebeningan tujuan dan harapan, sserta kecerdasan akal yang tidak ternodai, terkadang akan tampak pada kemahiran dalam menilai dan keberkahan pada setiap apa yang ia pilih dan tentukan. Menyibak tabir mimpi adalah karunia ilahi yang tidak bisa di pelajari di bangku-bangku sekolah atau di meja-meja para dosen, namun hal itu merupakan pemberian mutlak dan karunia Allah ‘azza wajalla sebagai salah satu wujud pertolongan-Nya, kepada hamba-Nya yang Dia ridhai.

Berkata al-Imam adz-Dzahabi rahimahullaah , “Sungguh pada diri Muhammad bin Sirin banyak keajaiban, yang bila dibukukan maka akan sangat panjang, maka itu merupakan pertolongan ilahi kepada beliau.” (Siyar A’lam an-Nubala’  4/618)

Dari Abdullah bin Muslim al-Marwazi, “Dahulu aku selalu bermajelis kepada Muhammad bin Sirin, lalu aku pindah dan bermajelis kepada al-Ibadiyah, lalu aku melihat dalam mimpi seolah-olah aku bersama suatu kaum yang memikul jenazah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu aku balik menemui Ibnu Sirin dan aku ceritakan hal itu lalu beliau menjawab, ‘Mengapa engkau ikut bermajelis dengan orang-orang yang hendak menguburkan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.’” (Siyar A’lam an-Nubala’  4/617)

Dari abu Qilabah ia berkata, “Ada seorang yang datang kepada Ibnu Sirin lalu berkata, ‘aku bermimpi seakan-akan aku kencing darah.’ Lalu beliau berkata, ‘Apakah engkau mendatangi istrimu sedang ia dalam keadaan haid?’ Ia menjawab, ‘Benar.’ Lalu beliau mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah ‘azza wa jalla, dan jangan engkau ulangi.’” (Hilyatul Auliya’ 2/227)
Dari Mubarak bin Yazid al-Bashri ia berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Sirin, ‘Sungguh aku melihat dalam mimpiki seolah-olah aku terbang  di antara langit dan bumi.’ Lalju beliau menjawab, ‘Engkau adalah seorang yang banyak berkhayal.’” (Hilyatul Auliya’ 2/228)

Akhirnya, beliau meninggal dunia pada bulan Syawal tahun 110 H dengan meninggalkan berbagai warisan ilmu, akhlak, dan qudwah hasanah, yang selayaknya bagi seluruh kaum muslimin mencontoh dan meneladani para salaf mereka yang shalih. Semoga Allah ‘azza wa jalla merahmati Muhammad bin Sirin dan menempatkan beliau di tempat yang tinggi di sisi Rabb-Nya . Aamiin.

MUTIARA TELADAN
Beberapa catatan penting dari perjalanan hidup beliau yang hendaknya menjadi qudwah (teladan) bagi kita adalah:

1.       Termasuk Kebaikan Islam seseorang adalah hendaknya seorang muslim berusaha untuk selalu memupuk keimanannya dan menjauh dari syubhat dan kerancuan yang dapat meracuni pemahamannya dari ajaran yang haq, yang hal itu selalu dihembuskan oleh ahlul ahwa’, maka meninggalkan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai teman adalah sebuah tindakan preventif yang diajarkan oleh para salaf kita. Dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam  juga telah mengisyaratkan dalam sabdanya:
الرَجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang itu sesuai dengan agama teman akrabnya, maka hendaklah masing-masing kalian melihat siapa teman akrabnya.” (HR. Abu Dawud 4/259, at-Tirmidzi 4/589)

2.       Takwa dan wara’ adalah perhiasan seorang muslim yang hakiki. Keikhlasan dalam menuntut dan mangamalkan ilmu akan terbiaskan dalam amal perbuatannya sehingga menghasilkan buah takwa yang indah dan wara’ yang tinggi.

3.       Barangsiapa yang menolong agama Allah ‘azza wajalla maka Allah ‘azza wajalla akan menoloong dirinya baik di dunia maupun di akhirat, sehingga Allah ‘azza wajalla akan menundukkan hati-hati manusia untuk menerima seruannya dan akan memberikan keutamaan-Nya yang hanya diberikan kepada orang-orang yang Allah ‘azza wajalla kehendaki dari hamba-hamba-Nya yang shalih.[]


Selesai diketik ulang oleh:
Abu Hanifah Farmanaa ibnu Mulyatnaw  as-Sukawharjiy
Solo, 24 Muharram 1433

No comments:

Post a Comment

Silahkan menyampaikan nasehat, petuah, saran. Syukron

 
;