Thawus
bin Kaisan
-rahimahullah-
Tabi’in Senior dari Yaman
Ustadz Abu Faiz –hafizhahullaah di Majalah al-Furqon ed 6 tahun ke-11
“Allah ‘azza
wa jalla memberikan kepada beliau kecerdasan, kemapanan akal, dan
kejernihan hati...”
Beliau
adalah Abu Abdirrahman Thawus bin Kaisan al-Yamani al-Himyari maula Bakhir bin
Kuraisan al-Himyari, termasuk keturunan bangsa Persia. Ibu beliau dari
keturunan Persia, sedang ayah beliau dari Qasith.
Beliau
termasuk kibaar at-taabi’iin, sangat dikenal dalam memberi wasiat dan
nasihat, dan tidak gentar dalam meluruskan setiap kesalahan. Sebab itu, beliau
banyak disegani oleh setiap kaum muslimin sampaipun oleh para raja dan khalifah
kaum muslimin.
Ada yang
berkata bahwa nama asli beliau adalah Dzakwan, sedangkan Thawus adalah nama
julukan. Diriwayatkan dari Yahya bin Ma’in ia berkata, “Beliau dijuluki Thawus
(burung merak) karena beliau banyak menimba ilmu (berkeliling) kepada para qurraa’
(ahli qiraah).” [Tahdzibul Kamal 13/357]
Beliau lahir
di zaman para sahabat, sehingga beliau banyak berjumpa dan menimba ilmu dari
para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, di antaranya
adalah Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Abbas, Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin
Umar, Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhum, dan para kibaar ash-shahaabah
lainnya. Bahkan beliau juga menimba ilmu kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallaahu
‘anhaa.
Demikian
ilmu dan pemahaman yang beliau dapatkan dari para pendahulunya itu pun beliau
ajarkan kepada orang-orang yang setelahnya, karena merekalah para penerus
dakwah. Sebut saja di antara murid-murid beliau yang ternama seperti Wahb bin
Munabbih, Atha’ bin Abi Rabah, Amr bin Dinar, Mujahid, Laits bin Abi Salim –rahimahumullaah-,
dan yang lainnya.
Berkata adz-Dzahabi rahimahullaah, “Aku
berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada masa khilafah Utsman radhiyallaahu
‘anhu atau sebelum itu.” [Siyar A’lam an-Nubala’ 5/38]
Diriwayatkan
dari Abdul Malik bin Maisarah dari Thawus rahimahullaah ia mengatakan,
“Sungguh aku bertemu dengan 50 orang sahabat-sahabat Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam.” [Tahdzibut Tahdzib 5/9]
PUJIAN
ULAMA KEPADA BELIAU
Beliau
memiliki bagian yang banyak dalam hal mengambil ilmu dan mengajarkan kepada
umat, yang dengan itulah nama beliau tidak asing bagi para penuntut ilmu.
Berkata Ibnu
Hibban rahimahullah, “Thawus adalah ahli ibadah penduduk Yaman, ahli
fiqih mereka, dan termasuk salah satu pembesar tabi’in.” [Ats-Tsiqat
4/391]
Berkata Hubaib bin asy-Syahid rahimahullaah, “Aku berada di
sisi Amr bin Dinat lalu disebutlah perihal Thawus, lalu ia (Amr bin Dinar)
mengatakan, ‘Aku tidak melihat seorang pun yang semisal Thawus.’” [Al-Jarh
wat Ta’dil 4/2203]
Dari Utsman bin Sa’id rahimahullaah ia berkata, “Aku berkata
kepada Yahya bin Ma’in, ‘Apakah Thawus lebih engkau cintai atau Sa’id bin
Zubair?’ Beliau menjawab, ‘Ia seorang yang tsiqah yang tidak diperbandingkan.’”
Atha’ bin Abi Rabah [lihatt biografi beliau pada majalah AL-FURQON
edisi 107] rahimahullaah meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallaahu
‘anhumaa bahwa beliau mengatakan, “Sungguh aku menyangka bahwa Thawus
adalah termasuk penduduk surga.” [Siyar A’lam an-Nubala’ 5/39]
POTRET KEPRIBADIAN BELIAU
1. Dalam ibadah
Di antara beberapa nukilan dari para ulama kita tentang kesungguhan
beliau dalam ibadah dan menghambakan diri di hadapan Allah ‘azza wa jalla di
antaranya:
Berkata Abdurrahman bin Abi Bakr al-Makki rahimahullaah, “Aku
melihat Thawus dan di antara kedua mata beliau tampak bekas sujud.” [Siyar
A’lam an-Nubala’ 5/44]
Dari Ibnu Syu’dzib rahimahullaah ia berkata, “Aku menyaksikan
jenazah Thawus di Makkah pada tahun 150 H, manusia menyebut-nyebut dan memuji
beliau. Semoga Allah ‘azza wa jalla merahmati Abu Abdirrahman, ia telah
berhaji sebanyak 40 kali.” [Siyar A’lam an-Nubala’ 5/45]
Dari Dawud bin Ibrahim rahimahullaah, ia menceritakan bahwa
suatu hari seekor singa menghalangi jalan kaum muslimin. Seluruh manusia
melakukan ronda di malam tersebut dan di waktu sahur singa tersebut baru
meninggalkan tempat tersebut, maka semua manusia –baik di kanan maupun di kiri-
merebahkan tubuh-tubuh mereka dan tertidur. Maka berdirilah Thawus untuk qiyamul
lail (shalat malam), hingga ada seorang yang menegur beliau, “Apakah engkau
tidak tidur, bukankah semalaman berjaga malam?” Thawus mengatakan, “Akankah
seorang muslim tidur di waktu sahur seperti ini dan tidak ibadah kepada Allah ‘azza
wa jalla ... ??” [Hilyatul Auliya’ 4/14]
2. Dalam zuhud
Berkata Abu Ashim an-Nabil rahimahullaah, “Telah datang putra
mahkota, yaitu putra dari Sulaiman bin Abdil Malik, ia datang dan duduk di
dekat Thawus, namun beliau tidak menoleh kepdanya sedikit jpun. Lalu seseorang
menegur beliau, “Telah datang di sisimu putra dari Amirul Mukminin, tetapi
mengapa engkau tidak menoleh kepadanya ...?!” Beliau menjawab, “Aku ingin
mengajarkan bahwa hendaknya seorang hamba bersikap zuhud dari apa yang ada di
hadapannya.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 5/526)
Dari Abdullah bin Bisry, ia menceritakan bahwa Thawus al-Yamani
memiliki dua jalan untuk menuju masjid, satu jalan melewati pasar dan ada satu
jalan yang lain. Sehari ini beliau lewat jalan ini dan jalan yang lain pada
hari berikutnya, apabila beliau memilih jalan yang melewati pasar hingga
melihat kepala-kepala manusia tenggelam dalam dunia dan kehinaan, maka beliau
tidak bisa tidur di malam harinya.” (Hilyatul Auliya’ 4/4)
Dari Ibnu Thawus rahimahullaah ia berkata, “Aku mengatakan
kepada ayahku (Thawus) bahwa aku hendak menikahi seorang gadis, lalu beliau
mengatakan, ‘Kalau begitu pergi dan lihatlah ia terlebih dahulu, lalu aku pun
hendak pergi untuk nazhar, aku memakai pakaianku yang terbaik, aku
berkeramas, dan berdandan sangat rapi, setelah itu beliau melihat kondisiku
seperti ini tiba-tiba beliau mengatakan, ‘Duduklah dan jangan engkau pergi.’” (Hilyatul
Auliya’ 4/10)
3. Dalam wara’
Beliau adalah seorang yang wara’ dalam berfatwa, tidak asal menjawab
pertanyaan yang diajukan kepada beliau. Beliau sangat berhati-hati karena
khawatir apa yang beliau fatwakan ternyata tidak sejalan dengan apa yang dikehendaki
Allah ‘azza wajalla.
Dari Ayyub rahimahullaah ia berkata, “Ada seorang yang hendak
bertanya tentang sesuatu masalah kepada Thawus, lalu beliau menghardiknya
seraya mengatakan, ‘Sungguh ia hendak menjadikan di leherku tali yang aku
diputar dengannya.’”
Berkata al-Hafizh rahimahullaah, “Telah berkata Amr bin Dinar,
‘Sungguh aku tidak melihat seseorang yang lebih wara’ dan menjaga diri dari
sesuatu yang ada di tangan manusia, daripada Thawus.’”
Berkata Ibnu Abi Sufyan rahimahullaah, “Saya tidak melihat
seorang alim yang lebih banyak mengucapkan kalimat ‘Aku tidak tahu masalah
tersebut’, kecuali Thawus.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 5/526)
Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullaah, “Orang-orang yang
selalu menjauhi kepemimpinan ada tiga: Abu Dzar di zamannya, Thawus di
zamannya, dan Sufyan Ats-Tsauri di zaman beliau.” (Tahdzibul Kamal 5/10)
BEBERAPA
PERKATAAN MUTIARA BELIAU
Dari Abu
Najih dari bapaknya, bahwa Thawus rahimahullaah berkata kepadanya,
“Barangsiapa yang berbicara tentang kebaikan dan ia bertakwa kepada Allah ‘azza
wajalla, lebih baik daripada seorang yang diam dan bertakwa kepada Allah ‘azza
wa jalla.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 5/526)
Dari Ibnu Thawus dari bapaknya (Thawus rahimahullaah), ia
berkata, “Bakhil adalah seorang menahan harta miliknya sendiri, adapun syuh
adalah seorang mengharapkan harta milik orang lain dengan cara yang haram.”
(Hilyatul Auliya’ 4/6)
Dari Thawus rahimahullaah, ia berkata, “Tidaklah seorang anak
Adam berbicara kecuali Allah ‘azza wa jalla akan menghisabnya, sampaipun
rintihannya tatkala sakit.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 5/43)
Thawus rahimahullaah, beliau mengatakan, “Tidak sempurna
ibadah/sembelihan seorang pemuda sampai dia menikah.” (Siyar A’lamu
an-Nubala’ 5/526)
Beliau meninggal dunia pada tahun 100 H. Semoga Allah ‘azza wa
jalla merahmati Thawus bin Kaisan dan menempatkan beliau di tempat yang
tinggi dan mulia di sisi-Nya. Aamiin.
MUTIARA TELADAN
Beberapa catatan penting dari perjalanan hidup beliau yang hendaknya
menjadi qudwah (teladan) bagi kita adalah:
- Seorang muslim diajari untuk saling menasihati demi kebaikan dunia
dan akhirat. Nasihat tetap diberikan sampaipun kepada orang yang lebih tinggi
kedudukannya daripada, tentunya dengan cara-cara yang baik tanpa harus
menghinakan atau merendahkan kedudukannya.
- Merupakan sifat baik para as-salah ash-shalih –yang hampir-hampir sifat itu hilang di zaman kita- adalah sifat wara’ dan zuhud terhadap dunia. Sifat itu akan benar-benar tampak pada diri seorang muslim bila ia memahami dengan baik hakikat sebuah kehidupan, bahwa kehidupan yang sebenarnya –yang hakiki dan kekal- adalah kehidupan akhirat, bukan kehidupan dunia, sehingga apapun mereka korbankan demi mendapat kebaikan akhirat sekalipun harus merasakan payah tatkala di dunia.
- Semoga Allah ‘azza wa jalla merahmati Thawus bin Kaisan dan para as-salaf ash-shalih yang telah mengajari kita untuk selalu mendalami ilmu agama, mengajarkan dan mendakwakan kepada orang lain, sebagai mana ini adalah tugas setiap nabi dan rasul dan juga tugas setiap muslim sesuai dengan kadar kemampuan yang diberikan Allah ‘azza wa jalla. Maka dalam setiap perbuatan, mereka mengawalinya dengan ilmu dan mengakhirinya dengan ilmu pula.
Wallaahu a’lamu bish shawab.
---------------------------------------------
Selesai diketik ulang,
Surakarta, 18 Rabi’uts Tsani 1433 H
AHaS
No comments:
Post a Comment
Silahkan menyampaikan nasehat, petuah, saran. Syukron