Dari Ibnu Aun ia berkata, “Ada tiga orang
yang kedua mataku tidak pernah melihat orang lain yang semisal mereka, yaitu
Ibnu Sirin di Irak, al-Qasim bin Muhammad di Hijaz, dan Raja’ bin Haiwah di
Syam. Seolah-olah mereka pernah bertemu lalu saling berwasit untuk mengajarkan
ilmu.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/464)
Muhammad
bin Sirin
Imam
dalam ilmu dan wara’
Majalah al-Furqan 4/11: 65-67 ::::: Ustadz Abu Faiz hafizhahullaah
Beliau adalah Abu Bakr Muhammad bin Sirin
al-Anshari, ayah beliau yaitu Sirin adalah Abu Amrah maula (bekas budak)
Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu sang pelayan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Setelah ayahanda beliau Abu Amrah Sirin
al-Anshari dibebaskan dari perbudakan lalu tampaklah keinginan pada diri beliau
untuk menyempurnakan separuh agamanya, maka mulailah ia mencari seorang wanita
yang akan menjadi pendampingnya hingga jatuhlah pilihan beliau pada seorang
wanita mulia maula (bekas budak) Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallaahu
‘anhu, dialah Shafiyyah seorang wanita cantik nan cerdas yang dikenal
memiliki akhlak yang tinggi dan sangat dicintai oleh para ummahatul mukminin
terlebih-lebih Ibunda ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa.
Maka segeralah Sahabat Abu Bakr radhiyallaahu
‘anhu mencari berita tentang agama dan akhlak sang peminang (Sirin-red),
seperti layaknya seorang ayah yang hendak menikahkan putrinya. Hingga Anas bin
Malik radhiyallaahu ‘anhu mengatakan kepada beliau, “Nikahkanlah
keduanya wahai Abu Bakr karena aku mengenalnya adalah seorang yang baik agama
dan akhlaknya.” Maka menikahlah keduanya dengan dipersaksikan ileh para sahabat
kibar (senior) dan dido’akan kebaikan. (Lihat Suwar min Hayaat ash-shahaabah
124)
Muhammad bin Sirin dilahirkan pada dua
tahun terakhir dari kekhalifahan Umar bin Khaththab radhiyallaahu ‘anhu –atau
ada yang mengatakan dari kekhalifahan Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu–
namun al-Imam adz-Dzahabi menegaskan pendapat kedua itu lebih tepat, karena
kalau seandainya beliau lahir pada masa kepemimpinan Umar radhiyallaahu
‘anhu maka beliau akan seumur dengan al-Hasan bin Ali padahal kenyataannya
Muhammad bin Sirin lebih muda beberapa tahun dari al-Hasan. (Siyar A’lam
an-Nubala’ 4/6o7)
Beliau adalah salah satu ulama tabi’in
ynag terkemuka, seorang yang Allah Ta’alaa beri kecerdasan akal,
ketinggian akhlak, kemuliaan wara’, penyantun kepada manusia, ahli ibadah di
malam hari, dan ahli puasa di siang harinya.’
Muhammad bin Jarir ath-Thahari rahimahullaah
berkata, “Ibnu Sirin adalah seorang yang faqih, ‘alim, wara’, berakhlak
tinggi, dan memiliki banyak hadits yang dipersaksikan oleh para ahlul ilmi dan
kemuliaan.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/601)
PUJIAN ULAMA KEPADA BELIAU
Setelah Muhammad bin Sirin tumbuh menjadi
seorang pemuda yang dididik dalam sebuah rumah yang sangat memperhatikan
kedislipinan akhlak dan wara’
(menjaga diri melakukan keharaman Allah Ta’alaa), maka mulailah ia belajar dan
menimba ilmu kepada kibar (pembesar) sahabat dan menjadikan masjid
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai madrasah hingga ia
menjadi slah satu pemuda terbaik dari didikan para sahabat Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam .
Dari Utsman al-Bhitti ia berkata. “Tidak
ada di kota Bashrah seorang pun yang mengetahui tentang putusan hukum selain
Muhammad bin Sirin.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/6o8)
Dari Hisyam bin Hassan berkata, “Telah
menceritakan hadits kepadaku seorang yang paling jujur yang pernah aku jumpai,
beliau adalah Muhammad bin Sirin.” (Tahdzibul Kamaal 25/350)
Berkata al-Ajli, “Muhammad bin Sirin
adalah seorang tabi'in tsiqah (terpecaya) dan lebih banyak meriwayatkan
hadits dibanding qadhi Syuraih dan Ubaidah.” (Tahdzibul Kamaal 25/350)
Dari Ibnu Aun ia berkata, “Ada tiga orang
yang kedua mataku tidak pernah melihat orang lain yang semisal mereka, yaitu
Ibnu Sirin di Irak, al-Qasim bin Muhammad di Hijaz, dan Raja’ bin Haiwah di
Syam. Seolah-olah mereka pernah bertemu lalu saling berwasit untuk mengajarkan
ilmu.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/464)
POTRET IBADAH DAN KEWARA’AN BELIAU
Bersikap Waro’ dari keharaman-keharaman
Allah ‘Azza wa Jalla adalah seperti barang yang langka di zaman ini, namun itu
tidak pada zaman keemasan, zaman kejayaan islam, tiga generasi pertama dari
umat ini. Dan diantara imam dalam waro’, sangat berhati-hati dalam berfatwa dan
juga ahli ibadah adalah imam tabi’in Muhammad bin Sirin.
Dari Ayyub bin Hisyam: “Ibnu Sirin selalu
sehari puasa dan seharinya lagi berbuka dan demikian seterusnya.” (Thabaqat
Ibnu Sa’d 7/200)
Berkata Anas bin Sirin: “Adalah Muhammad
bin Sirin memiliki kebiasaan membaca do’a-do’a tertentu di waktu malam dan bila
terluputkan maka beliau menggantinya di siang harinya”. (Thabaqat Ibnu Sa’d 7/200)
Berkata Bakr bin Abdillah al-Muzani:
“Barangsiapa ingin melihat seorang yang paling waro’ yang pernah aku jumpai,
maka lihatlah Muhammad bin Sirin”. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/614)
Berkata al Khothib al Baghdadi: “Muhammad
bin Sirin adalah salah satu tokoh ahli fiqh terkemuka di kota Bashroh, dan
beliau adalah seorang ulama yang dikenal dalam kewaroannya di zamannya”. (Tarikh Baghdad 5/300)
Dari Abdul Hamid bin Abdillah bin Muslim bin
Yasar ia berkata: “Tatkala Muhammad bin Sirin dijebloskan ke penjara, (karena
iba) Sang penjaga mengatakan kepada beliau: ‘Apabila datang waktu malam (Kalau
engkau mau-Pent) pulanglah ke keluargamu lalu di waktu subuh segera kembali
lagi’. Namun berkata Muhammad bin Sirin: ‘Tidak, saya tidak mau tolong-menolong
dalam mengkhianati sulthon (pemimpin)”. (Tarikh Baghdad 6/334)
Dari Asy’ah ia berkata: “Adalah Ibnu
Sirin apabila beliau ditanya tentang masalah yang berkenaan dengan halal dan
harom maka tiba-tiba berubah raut wajahnya, hingga seolah-olah ia bukan seperti
sebelumnya”. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/613)
SIKAP BELIAU KEPADA AHLU BID’AH
Seorang sunni tidak akan pernah
membiarkan ahlul bid’ah, ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) berkeliaran
di muka bumi ini, karena pada hakikatnya mereka merusak bukan memperbaiki,
mengubur sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukan
menjunjung tinggi ajaran beliau. Sekalipun tampaknya ucapan-ucapan mereka
dihiasi dengan senyuman, dibalut dengan keindahan bahasa ilmiah, sebenarnya
mereka sedang menghembuskan racun yang berbahaya lagi mematikan. Maka, mari
kita melihat panutan kita dalam bermu’amalah kepada ahlul bid’ah.
Dari Syu’aib bin al-Hibhab ia berkata,
“Aku pernah bertanya kepada Ibnu Sirin, ‘Apa pendapatmu bila seorang
mendengarkan ucapan seorang ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu)?’ Beliau
menjawab, ‘Kita tidak boleh mendengarkan ucapannya, dan tidak ada kemuliaan
pada diri mereka.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/611)
Dari Ibnu Aun ia berkata, “Datang seorang
laki-laki menemui Muhammad bin Sirin lalu berbicara miring seputar masalah
takdir, lalu beliau membaca ayat Allah ‘azza wa jalla:
إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِتَاىءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
– النحل: 90
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl [15]:
90)
Kemudian beliau memasukkan dua jarinya ke
telinganya sseraya mengatakan. “Silakan, engkau yang pergi atau aku yang akan
meninggalkanmu.” Lalu laki-laki itu pun pergi meninggalkan beliau, kemudian
beliau berkata, “Sesungguhnya hatiku bukan atas kuasaku, dan aku khawatir
jangan-jangan ia menghembuskan syubhat ke dalam hatiku sedang aku tidak mampu
menolaknya, maka aku lebih senang untuk tidak mendengar ucapan-ucapannya.” (Thabaqat
Ibn Sa’d 7/197)
KEAHLIAN DALAM MENYIBAK TABIR MIMPI
Kejernihan hati seseorang, kebeningan
tujuan dan harapan, sserta kecerdasan akal yang tidak ternodai, terkadang akan
tampak pada kemahiran dalam menilai dan keberkahan pada setiap apa yang ia
pilih dan tentukan. Menyibak tabir mimpi adalah karunia ilahi yang tidak bisa
di pelajari di bangku-bangku sekolah atau di meja-meja para dosen, namun hal
itu merupakan pemberian mutlak dan karunia Allah ‘azza wajalla sebagai
salah satu wujud pertolongan-Nya, kepada hamba-Nya yang Dia ridhai.
Berkata al-Imam adz-Dzahabi rahimahullaah
, “Sungguh pada diri Muhammad bin Sirin banyak keajaiban, yang bila
dibukukan maka akan sangat panjang, maka itu merupakan pertolongan ilahi kepada
beliau.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/618)
Dari Abdullah bin Muslim al-Marwazi,
“Dahulu aku selalu bermajelis kepada Muhammad bin Sirin, lalu aku pindah dan
bermajelis kepada al-Ibadiyah, lalu aku melihat dalam mimpi seolah-olah aku
bersama suatu kaum yang memikul jenazah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam, lalu aku balik menemui Ibnu Sirin dan aku ceritakan hal itu lalu
beliau menjawab, ‘Mengapa engkau ikut bermajelis dengan orang-orang yang hendak
menguburkan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.’”
(Siyar A’lam an-Nubala’ 4/617)
Dari abu Qilabah ia berkata, “Ada seorang
yang datang kepada Ibnu Sirin lalu berkata, ‘aku bermimpi seakan-akan aku
kencing darah.’ Lalu beliau berkata, ‘Apakah engkau mendatangi istrimu sedang
ia dalam keadaan haid?’ Ia menjawab, ‘Benar.’ Lalu beliau mengatakan, ‘Bertakwalah
kepada Allah ‘azza wa jalla, dan jangan engkau ulangi.’” (Hilyatul Auliya’ 2/227)
Dari Mubarak bin Yazid al-Bashri ia
berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Sirin, ‘Sungguh aku
melihat dalam mimpiki seolah-olah aku terbang
di antara langit dan bumi.’ Lalju beliau menjawab, ‘Engkau adalah
seorang yang banyak berkhayal.’” (Hilyatul Auliya’ 2/228)
Akhirnya, beliau meninggal dunia pada
bulan Syawal tahun 110 H dengan meninggalkan berbagai warisan ilmu, akhlak, dan
qudwah hasanah, yang selayaknya bagi seluruh kaum muslimin mencontoh dan
meneladani para salaf mereka yang shalih. Semoga Allah ‘azza wa jalla merahmati
Muhammad bin Sirin dan menempatkan beliau di tempat yang tinggi di sisi
Rabb-Nya . Aamiin.
MUTIARA TELADAN
Beberapa catatan penting dari perjalanan
hidup beliau yang hendaknya menjadi qudwah (teladan) bagi kita adalah:
1.
Termasuk Kebaikan Islam
seseorang adalah hendaknya seorang muslim berusaha untuk selalu memupuk
keimanannya dan menjauh dari syubhat dan kerancuan yang dapat meracuni
pemahamannya dari ajaran yang haq, yang hal itu selalu dihembuskan oleh ahlul
ahwa’, maka meninggalkan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai teman
adalah sebuah tindakan preventif yang diajarkan oleh para salaf kita. Dan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga telah mengisyaratkan dalam sabdanya:
الرَجُلُ
عَلَى دِينِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang itu sesuai dengan agama teman akrabnya, maka hendaklah
masing-masing kalian melihat siapa teman akrabnya.” (HR. Abu Dawud 4/259,
at-Tirmidzi 4/589)
2.
Takwa dan wara’ adalah
perhiasan seorang muslim yang hakiki. Keikhlasan dalam menuntut dan mangamalkan
ilmu akan terbiaskan dalam amal perbuatannya sehingga menghasilkan buah takwa
yang indah dan wara’ yang tinggi.
3.
Barangsiapa yang menolong
agama Allah ‘azza wajalla maka Allah ‘azza wajalla akan menoloong
dirinya baik di dunia maupun di akhirat, sehingga Allah ‘azza wajalla akan
menundukkan hati-hati manusia untuk menerima seruannya dan akan memberikan
keutamaan-Nya yang hanya diberikan kepada orang-orang yang Allah ‘azza
wajalla kehendaki dari hamba-hamba-Nya yang shalih.[]
Selesai diketik ulang oleh:
Abu Hanifah Barmanaa ibnu Mulyatnaw as-Sukawharjiy
Solo, 24 Muharram 1433
2 comments:
Dari Ibnu Aun ia berkata, “Ada tiga orang yang kedua mataku tidak pernah melihat orang lain yang semisal mereka, yaitu Ibnu Sirin di Irak, al-Qasim bin Muhammad di Hijaz, dan Raja’ bin Haiwah di Syam. Seolah-olah mereka pernah bertemu lalu saling berwasit untuk mengajarkan ilmu.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/464)
check dlm kitab asal tidak ketemu, adakah ada kesilapan di number halaman?
Dari Ibnu Aun ia berkata, “Ada tiga orang yang kedua mataku tidak pernah melihat orang lain yang semisal mereka, yaitu Ibnu Sirin di Irak, al-Qasim bin Muhammad di Hijaz, dan Raja’ bin Haiwah di Syam. Seolah-olah mereka pernah bertemu lalu saling berwasit untuk mengajarkan ilmu.”
saya jumpa dalam kitab Tahdzibul Kamaal jilid 25 halaman 352 :)
Post a Comment
Silahkan menyampaikan nasehat, petuah, saran. Syukron